FANFICTION
TITLE : DONT LEAVE ME
GENRE : SAD(?) ROMANCE
CAST : PARK JIMIN, JUNG YERIN, ETC.
HAPPY READING^^
Kriiiing....
Jam beker kecil
yang berisik itu kembali membangunkan Jimin pagi ini. Jimin membuka matanya dan
mematikan jam beker itu. Kemudian ia beranjak dari kasur lipatnya. Seperti
biasa, ia bersiap ke sekolah tanpa ada seorang pun yang mengucapkan selamat
pagi atau menyiapkannya sarapan.
Sebelum
benar-benar berangkat ke sekolah, Jimin menghampiri lemari yang ada di ruang
keluarga rumahnya. Disana terpajang sebuah foto yang begitu indah baginya. Foto
Jimin, appa, dan eommanya yang sedang tersenyum bahagia. Melihat senyuman
mereka, bisa sedikit mengurangi kerinduan Jimin pada kedua orang tuanya. Jimin
tersenyum tipis. Senyuman yang menyiratkan kesakitkan, kesedihan, dan
kerinduan. Sejak ayahnya meninggal karena kecelakaan, Jimin sudah tidak bisa
tersenyum bahagia seperti dulu lagi. Apalagi tertawa. Ia bahkan lupa caranya
tersenyum bahagia saat dirinya meraih peringkat pertama di kelas. Terlebih lagi
sekarang, ibunya harus dirawat di rumah sakit karena mengidap leukimia stadium
lanjut. Ia selalu bertanya kepada Tuhan. Kenapa ini semua terjadi padanya.
Kenapa semuanya begitu menyakitkan. Kenapa? Kenapa? Jimin menunduk menahan air
mata sembari menggumam.
“Eomma, appa,
aku akan berangkat sekolah ya, jaga diri kalian. Dan doakan aku supaya berhasil
di audisi perekrutan trainee Bighit Entertainment hari ini” Setelah mengucapkan
berbagai doa dan harapan, Jimin segera beranjak untuk pergi ke sekolah.
“Oh shit! Aku
terlambat!” umpatnya ketika melihat jam di ponselnya. Mengingat jarak rumah dan
sekolah Jimin cukup jauh membuatnya harus segera bergegas jika tidak mau
terlambat. Jimin segera mengambil langkah cepat menuju ke sekolahnya.
Jimin berlari
ditengah keramaian sambil sesekali melihat jam di ponselnya.
BRUK!
Tiba-tiba Jimin
menabrak seorang yeoja cantik dan tinggi serta berpakaian sekolah lengkap seperti
dirinya. Jimin menjatuhkan kopi yang dibawa yeoja itu.
“Ma-maafkan
aku” ujar Jimin sambil membungkuk dalam. Kemudian pergi meninggalkannya. Jimin
kembali bergegas mengingat sudah tidak ada waktu lagi untuknya. Hatinya kini
diliputi rasa bersalah. “Sial!” rutuknya.
“Ya! Kau
menjatuhkan kopiku!” kata yeoja yang ditabrak oleh Jimin itu.
Jimin
menghentikan langkahnya. Dan menoleh ke arah suara itu.
“Sudah kubilang
aku minta maaf, nona. Aku sedang buru-buru, jadi aku akan pergi sekarang. Sekali
lagi aku minta maaf.” Ujar Jimin sambil kembali membungkuk sedalam-dalamnya.
“Hey, kau harus
menggantinya dan jangan panggil aku nona”
“Tapi, aku kan
sudah minta maaf? Kalau begitu, aku beri saja kau uang ya? Untuk membeli kopi”
Jimin merogoh saku celana sekolahnya. “Aigo, aku lupa membawa uang”
“Apa yang
terjadi?”
“Ah, ani. Aku
lupa membawa uang. Begini saja, aku akan menggantinya lain kali saat kita
bertemu lagi. Aku janji. Namaku Park Jimin. Dan kau?”
“Jung Yerin”
“Oke, aku akan
mengingatnya Jung Yerin-ssi” Jimin pun berlalu tanpa sepatah kata lagi.
“Oh tidak...
aku sudah benar-benar terlambat...” ujar Jimin sambil melihat jam di ponselnya
kemudian mempercepat langkahnya.
~~~O~~~
Saat ini Jimin
sudah di ruang tunggu audisi. Tinggal menunggu gilirannya saja. Berdebar-debar,
gugup, dan grogi semuanya bercampur menjadi satu. Jimin beberapa kali menghela
napas dan menggoyangkan kakinya. Keringat dingin mengalir dari pelipisnya.
Jimin menutup matanya sembari berucap.
“Eomma, appa,
doakan aku”
“Peserta nomor 53, Kim Park Jimin, silahkan
masuk” terdengar suara yang memanggilnya melalui mikrofon. Jimin segera
beranjak dan kembali menghela napas sebelum memasuki ruangan.
Disinilah Jimin
menunjukkan segala bakat yang ia miliki. Mulai dari menari dan bermain alat
musik. Walaupun berdebar dan berkeringat, tapi Jimin dapat menyelesaikannya
dengan baik. Tentu saja dengan latihan dan kerja kerasnya selama ini.
Audisi itu
selesai. Jimin keluar dari gedung itu dengan perasaan campur aduk. Entah apa
yang ia rasakan, semuanya sulit dijelaskan. Kemudian Jimin memutuskan untuk
menjenguk ibunya di rumah sakit. Sebenarnya, Jimin kesana setiap hari tapi, ia
tidak bisa merawatnya setiap saat. Jimin hanya datang satu kali sehari.
Jimin duduk
disebelah ibunya yang terbaring di kasur pasien dan menggenggam erat tangannya.
Ia menceritakan semua yang terjadi hari ini pada ibunya sambil sesekali mencium
tangannya.
“Eomma, hari
ini aku dihukum karena terlambat ke sekolah” Jimin bercerita sambil menatap
mata sayu ibunya. “Karena tadi pagi aku berdebat dengan seseorang yang tidak
kukenal. Aku menabraknya dan menjatuhkan kopinya. Jadi dia memintaku ganti
rugi.”
“Dan apa kau
mengganti kopinya?”
“Em, tidak. Aku
tidak. Aku tidak mengganti kopi yang kujatuhkan. Hari ini aku lupa membawa
uang. Bahkan aku belum makan sejak pagi tadi. Aku hanya meminum air yang
disediakan di ruang audisi. Oh ya, tentang audisinya... aku melakukannya dengan
baik. Aku hampir yakin akan diterima. Eomma doakan aku ya?”
“Eomma pasti akan
mendoakanmu” ujar ibu Jimin sambil mengelus pelan punggung tangan Jimin.
“Eomma cepat
sembuh ya, aku merindukan eomma di rumah”
“Jimin, kau
sudah besar... Terima kasih karena sudah tumbuh dengan baik. Eomma minta maaf
karena tidak bisa menjagamu dengan baik” kata ibu Jimin dengan mata
berkaca-kaca.
“Eomma, eomma
jangan berterima kasih dan meminta maaf padaku...” Jimin lantas ikut
berkaca-kaca mendengar perkataan ibunya.
“Maafkan eomma
karena tidak bisa memasak untukmu lagi, Jimin-ah”
“Eomma, jangan
bicara seperti itu. Eomma masih bisa memasak untukku. Eomma, eomma akan
sembuh... percayalah padaku.”
“Jimin kau
harus menjaga dirimu baik-baik. Kalau tidak ada eomma kau harus berjanji kau
akan makan dengan baik dan tidak pernah bangun telat lagi ya?”
“Eomma, jangan
seperti ini... kumohon jangan berkata apa-apa lagi” tangis Jimin mulai pecah.
Air mata hangatnya jatuh melewati pipi namja tampan itu.
“Aku janji... aku janji akan makan dengan baik dan tidak akan
telat bangun lagi. Dan jika aku berhasil debut nanti, aku akan memperkenalkan
eomma pada semua orang. Jadi, eomma harus sembuh ya? Eomma harus lihat aku
berada di atas panggung. Eomma harus lihat aku makan dengan baik, dan eomma
harus lihat aku bangun di pagi hari. Aku janji eomma. Eomma juga harus janji
padaku ya? Eomma harus sembuh...”
Jimin
memeluknya ibunya tanpa mengatakan apa-apa. Mereka berdua menangis.
“Eomma
menyayangimu Jimin-ah” kata ibu Jimin di tengah isak tangisnya.
TO BE CONTINUED YA^^ HEHE... MAAF LAMA BANGET UPDATE NYA:( AKU LAGI SIBUK PERSIAPAN UJIAN SOALNYA. DAN MAKASIH YA YANG SUDAH MAU BACA:) BTW, CAPSLOCK JEBOL :V